Menurut UU No. 20 tahun 2001, penjelasan pasal 12b ayat (1) , gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik diterima di dalam negeri maupun di luar negeri, dan dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik ataupun tanpa sarana elektronik.
Korupsi seringkali berawal dari kebiasaan yang tidak disadari oleh setiap pegawai negeri dan pejabat penyelenggara negera, misalnya penerimaan hadiah oleh pejabat penyelenggara/pegawai negeri dan keluarganya dalam suatu acara pribadi, atau menerima pemberian suatu fasilitas tertentu yang tidak wajar. Hal semacam ini semakin lama akan menjadi kebiasaan yang cepat atau lambat akan memengaruhi pengambilan keputusan oleh pegawai negeri atau pejabat penyelenggara negara yang bersangkutan. Banyak orang berpendapat bahwa pemberian tersebut sekadar tanda terima kasih dan sah-sah saja. Namun, perlu disadari bahwa pemberian tersebut selalu terkait dengan jabatan yang dipangku oleh penerima serta kemungkinan adanya kepentingan-kepentingan dari pemberi, dan pada saatnya pejabat penerima akan berbuat sesuatu untuk kepentingan pemberi sebagai balas jasa.
Bagaimana Pengendalian Gratifikasi di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM RI?
Simak video berikut ini.
Disebutkan pada Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI nomor 38 Tahun 2015 bahwa Benturan Kepentingan adalah situasi dimana pegawai yang memiliki atau patut diduga memiliki pengaruh kepentingan pribadi/golongan/pihak lain terhadap setiap penggunaan wewenang sehingga dapat mempengaruhi kualitas keputusan dan/atau tindakan pegawai sesuai dengan kewenangannya.
Dijelaskan pula bagaimana penanganan terhadap Benturan Kepentingan di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM RI pada video berikut ini: